Sabtu, 08 September 2012

Penentuan nilai dengan acuan patokan (PAP) dan Penentuan nilai dengan acuan norma (PAN)

Penentuan nilai dengan acuan patokan (PAP) dan

Penentuan nilai dengan acuan norma (PAN)


 


 

  1. Penentuan nilai dengan acuan patokan (PAP)

Penilaian acuan patokan (PAP) adalah penilaian yang diacukan kepada tujuan intruksionol yang harus dikuasai oleh siswa. Dengan demikian, bukan dibandingkan dengan rata-rata kelompoknya. Sistem penilaian ini mengacu kepada konsep belajar tuntas atau mastery learning. Sudah barang tentu makin tinggi kriteria yang digunakan, makin tinggi pula derajat penguasaan belajar yang dituntut dari para siswa sehingga makin tinggi kualitas hasil belajar yang diharapkan.

Apabila dalam penentuan nilai hasil tes belajar itu digunakan acuan kriterium (mengunakan PAP), maka hal ini mengandung arti bahwa nilai yang akan diberikan kepada testee itu harus didasarkan pada standar mutlak (standar absolute), artinya, pemberian nilai kepada testee itu dilaksanakan dengan jalan membandingkan antara skor mentah dengan skor maksimum ideal (SMI) yang mungkin dapat dicapai testee, kalau saja seluruh soal tes dapat dijawab dengan benar.

Karena itu maka pada penentuan nilai yang mengacu kepada kriterium atau patokan ini, tinggi rendahnya atau besar kecilnya nilai yang diberikan kepada masing-masing testee, mutlak ditentukan oleh besar kecil atau tinggi rendahhya skor yang dapat dicapai oleh masing-masing testee yang bersangkutan. Itulah sebabnya mengapa penentuan nilai dengan mengacu pada kriterium sering disebut sebagai penentuan nilai secara mutlak (absolute), atau penentuan nilai secara individual.

Seorang dosen merencanakan tes hasil belajar dalam bidang studi nahwu sharaf. Soal-soal yang dikeluarkan dalam tes tersebut terdiri atas 76 butir soal dengan skor maksimum idealnya (SMI) adalah 120.

Misalkan tes hasil belajar bidang studi nahwu sharaf itu diikuti oleh 20 orang siswa dan dalam tes tersebut ke 20 orang siswa itu berhasil meraih skor-skor hasil tes tersebut:

No urut siswa

Skor

1

60

2

40

3

80

4

30

5

75

6

52

7

59

8

71

9

41

10

58

11

61

12

56

13

53

14

63

15

85

16

54

17

60

18

49

19

55

20

43


 

Apabila skor-skor mentah hasil tes yang dicapai oleh 20 orang siswa tersebut dalam penentuan nilai standarnya digunakan standar mutlak,maka rumus yang digunakan adalah:

Nilai :

Apabila skor-skor mentah tersebut kita ubah atau dikonversikan menjadi nilai standar maka nilai-nilai standar yang berhasil dicapai oleh masing-masing siswa adalah sebagai berikut:


 

No urut siswa

Nilai

1

60/120 x100 = 55

2

40/120 x100 = 53

3

80/120 x100 = 67

4

30/120 x100 = 25

5

75/120 x100 = 62

6

52/120 x100 = 43

7

59/120 x100 = 49

8

71/120 x100 = 59

9

41/120 x100 = 34

10

58/120 x100 = 48

11

61/120 x100 = 51

12

56/120 x100 = 47

13

53/120 x100 = 44

14

63/120 x100 = 52

15

85/120 x100 = 71

16

54/120 x100 = 45

17

60/120 x100 = 50

18

49/120 x100 = 41

19

55/120 x100 = 46

20

43/120 x100 = 36


 

Seperti dapat diamati pada tabel diatas, maka dengan mengunakan standar mutlak, maka nasib seorang siswa mutlak ditentukan oleh dirinya sendiri secara individual, tanpa melibatkan atau mempertimbangkan sama sekali skor-skor yang dicapai oleh siswa lainnya.

Selanjutnya patut diperhatikan, bahwa nilai yang berwujud angka, yang penentuannya didasarkan pada standar mutlak itu sebenarnya adalah merupakan angka persentase (%) mengenai tingkat kedalaman / tingkat penguasaan testee terhadap materi tes yang dihadapkan kepada mereka. Dalam pernyataan tersebut terkadang makna, bahwa nilai yang penentuannya didasarkan pada standar mutlak itu menunjukkan berapa persen dari 100% tujuan intruksional khusus yang telah ditentukan, telah dapat dicapai atau dipahami testee. Jadi, jika seorang siswa memperoleh nilai 50 maka hal itu merupakan petunjuk bahwa siswa tersebut hanya mampu memahami sebagai 50% dari tujuan intruksional khusus yang ditentukan. Demikianlah seterusnya.

Karena nilai hasil tes ditentukan dengan mengacu pada patokan (PAP) itu sebenarnya merupakan angka persentase, maka guru akan dapat segera mengetahui, siswa manakah
penguasaannya tergolong tinggi, sedang rendah. Itulah terutama kebaikan yang dimiliki oleh penilaian beracuan patokan (PAP).

Penilaian beracuan patokan (PAP) sangat cocok diterapkan pada tes-tes formatif, dimana guru ingin mengetahui sejauh mana siswanya telah terbentuk setelah mereka mengikuti program pengajaran dalam jangka waktu tertentu. Dengan mengunakan PAP dimana guru dapat mengetahui berapa orang siswa yang tingkat penguasaannya tinggi, rendah dan cukup,maka guru tersebut akan dapat melakukan upaya-upaya/ ikhtiar yang dipandang perlu agar tujuan pengajaran dapat tercapai secara optimal.

Namun penilaian acuan patokan ini sebaiknya jangan digunakan pada penenmtuan nilai hasil tes sumatif seperti pada ulangan umum dalam rangka mengisi nilai rapot, atau pada ujian akhir dalam rangka mengisi nilai ijazah atau STTB, sebab sebagai mana telah disinggung dalam pembicaraan dimuka karena PAP sama sekali tidak mempertimbangkan kemampuan kelompok rata-rata, maka dengan menerapkan PAP dalam tes sumatif biasa terjadi bahwa sebagian besar siswa tidak dapat dinyatakan lulus atau tidak naik kelas.

Kelemahan lain dari penentuan nilai beracuan patokan adalah bahwa apabila butir-butir soal yang dikeluarkan dalam tes hasil belajar terlalu sukar, maka dalam tes tersebut betapun pandainya akan memperoleh nilai yang rendah. Apabila sebaliknya butir soalnya terlalu mudah, maka siswa yang betapapun bodohnya akan berhasil meraih nilai-nilai yang tinggi, sehingga gambaran yang sebenarnya tentang tingkat kemampuan/ tingkat penguasaan testee terhadap materi tes tidak dapat diperoleh sesuai dengan kenyataan yang sebenarnya. Dalam hubungan ini maka penilaian beracuan patokan sebaiknya diterapkan pada tes hasil belajar dimana tes hasil belajar itu sudah bersifat standar, dalam arti bahwa tes hasil belajar itu sudah mengalami uji coba berulang kali dan telah memberikan bukti yang nyata bahwa tes tersebut sudah memiliki sifat handal, baik dilihat dari segi kesulitan itemnya, daya pembeda, fungsi distraktor, validitas dan reabilitasnya.

  1. Penentuan nilai dengan acuan norma (PAN)

Penilaian acuan norma adalah penilaian yang diacukan kepada rata-rata kelompoknya. Dengan demikian dapat diketahui posisi kemampuan siswa didalam kelompoknya. Untuk itu norma atau kriteria yang digunakan dalam menentukan derajat prestasi seorang siswa, dibandingkan dengan nilai rata-rata kelasnya.

Penilaian acuan norma ini sering dikenal dengan istilah penentuan nilai secara relative. Dikatakan demikian, sebab dalam penentuan nilai hasil tes, skor mentah hasil tes yang dicapai oleh seorang peserta tes dibandingkan dengan skor mentah hasil tes yang dicapai peserta tes yang lain, sehingga kualitas yang dimiliki oleh seorang peserta akan sangat tergantung kepada atau sangat ditentukan oleh kualitas kelompoknya.

Keuntungan sistem ini adalah dapat diketahui pretasi kelompok atau kelas sehingga sekaligus dapat diketahui keberhasilan pengajaran bagi semua siswa. Kelemahannya kurang meningkatkan kualitas hasil belajar. Jika nilai rata-rata kelompok/kelasnya rendah, misalnya skor 40 dari seratus, maka siswa yang memperoleh nilai 45 sudah dikatakan baik atau lulus, sebab berada diatas rata-rata kelas sedangkan skor 45 dari skor maksimum skor 100 termasuk rendah. Kelemahan yang lain ialah kurang praktis sebab hasil dihitung dahulu nilai rata-rata kelas, apabila jika jumlah siswa cukup banyak. Sitem ini kurang mengambarkan tercapainya tujuan intruksional sehingga tidak dapat dijadikan ukuran dalam menilai keberhasilan pengajaran.

Apabila dalam penentuan nilai standar digunakan standar relative, maka prestasi kelompok itu dihitung dengan mengunakan metode statistik, dimana prestasi kelompok / nilai rata-rata kelas identik dengan rata-rata hitung (arithmetik mean), yang dapat diperoleh dengan mengunakan salah satu dari rumus yang disebutkan dibawah ini.

  1. Mx =
  2. Mx =
  3. Mx = M' +

Dalam penilaian acuan norma juga dipertimbangkan variasi atau variabilitas dan nilai-nilai hasil tes yang dicapai oleh testee secara keseluruhan. Variasi itu perlu diperhitungkan dengan tujuan untuk mengetahui tingkat homogenitas dan sekaligus tingkat heterogenitas dari nilai-nilai hasil tes tersebut.

Dalam ilmu statistik, tingkat homogenitas atau heterogenitas data itu dapat ditunjukkan oleh salah satu ukuran variabilitas data yang dipandang memiliki kadar ketelitian yang tinggi, yaitu deviasi standar (standard deviation). Yang dapat diperoleh dengan mengunakan salah satu dari rumus-rumus yang dikemukakan berikut ini:

  1. SDx =
  2. SDx =
  3. SDx = i
  4. SDx = i


     

Setelah diketahui besarnya mean dan SD, langkah berikutnya adalah membuat pedoman konversi nilai. Untuk menyusun pedoman ini ada dua hal yang perlu diperhatikan, yaitu:

  1. Menetapkan skala yang akan digunakan, dan
  2. Menghitung dan menetapkan table konversi nilai untuk menentukan besar

    kecilnya nilai yang diperoleh peserta didik.

Skala yang sering digunakanuntuk membuat tabelkonversi lima macam, yaitu:

  1. Skala lima
  2. Skala sembilan
  3. Skala sebelas
  4. Skala seratus
  5. score

Pengunaan skala tersebut disesuaikan dengan kebutuhan dan aturan yang ditetapkan oleh lembaga pendidikan yang bersangkuta, serta banyak sedikitnya siswa yang akan ditentukan atas besar kecilnya SD. Semakin besar SD maka semakin lebar pula jarak skala tersebut dalam nilai mentahnya.

  1. Pedoman konversi dengan skala lima adalah sebagai berikut:

M + (1,5 SD) ke atas = A

M + (0,5 SD) ke atas = B

M - (0,5 SD) ke atas = C

M - (1,5 SD) ke atas = D

M - (1,5 SD) ke bawah = E

  1. Pedoman konversi untuk skala Sembilan adalah:

M + (1,75 SD) ke atas = 9

M + (1,25 SD) ke atas = 8

M + (0,75 SD) ke atas = 7

M + (0,75 SD) ke atas = 6

M - (0,25 SD) ke atas = 5

M - (0,75 SD) ke atas = 4

M - (1,25 SD) ke atas = 3

M - (1,75 SD) ke atas = 2

M - (1,75 SD) ke bawah = 1

  1. Pedoman konversi untuk skala sebelas adalah:

M + (2,25 SD) ke atas = 10

M + (1,75 SD) ke atas = 9

M + (1,25 SD) ke atas = 8

M + (0,75 SD) ke atas = 7

M + (0,25 SD) ke atas = 6

M -(0,25 SD) ke atas = 5

M - (0,75 SD) ke atas = 4

M - (1,25 SD) ke atas = 3

M - (1,75 SD) ke atas = 2

M - (2,25 SD) ke atas = 1

M - (2,25 SD) kebawah = 0

Pengunaan skala sembilan dan skala sebelas ini bila dipakai untuk menghitung nilai denga SKS sudah tidak sesuai, sebab nilai yang digunakan adalah dengan skala lima.

  1. Pedoman konversi untuk skala seratus dapat digunakan jenjang persentil.
  2. Untuk kebutuhan menentukan nilai secara cepat tanpa harus melihat dan menyusun table konversi secara keseluruhan, dapat menghitung dengan mengunakan Z score, dengan rumus:


     

    Z =

  3. Skor standar lainnya adalah skor standar Z (besar), yang dipakai untuk menghindarikekacauan akibat skor z (kecil) yang bertanda negative pada daerah yang berada dibawah mean, juga untuk menghilangkan bilangan decimal.

Adapun rumus skor standar dengan Z (besar) tersebut adalah:

Z =

Contoh:

Perhitungan- perhitungan untuk mencari mean dari deviasi standar dari skor-skor hasil ujian bidang studi ushul fiqh yang diikuti oleh 97 orang

Skor

f

x

x'

fx'

fx'2

70 – 74

3

72

+2

+6

12

65 – 69

15

67

+1

+15

15

60 – 64

40

(62) M'

0

0

0

55 – 59

30

57

-1

-30

30

50 – 54

9

52

-2

-18

36

 

97

-

0

-27

93

Diketahui:

= -27

=93

N = 97

i = 5

M' = 62

Mx = M'+ I

         = 62 + (-1,39)

    = 62 – 1.39

    = 60,61

    = 60,6

SD = i

SD = 5

SD = 5

SD = 5

SD = 5

SD = 5 x 0,938767211

SD = 4,693 dibulatkan menjadi 4,69

Selanjutnya mengubah skor-skor mentah menjadi nilai standar skala lima, dengan mengunakan patokan seperti telah dikemukakan diatas:

Pedoman Perhitungan Skor Mentah

Nilai

M + (1,5 SD) = 60,6 + (1,5 x 4,69) = 67,6 keatas

M + (0,5 SD) = 60,6 + (0,5 x 4,69) = 62,69 – 67,5

M - (0,5 SD) = 60,6 + (1,5 x 4,69) = 58,2 – 62,8

M - (1,5 SD) = 60,6 + (1,5 x 4,69) = 53,6 - 74

M + (1,5 SD) = kebawah = 52 –kebawah

A

B

C

D

E


 

Contoh:

Menentukan nilai dengan mengunakan rumus z(kecil) bila kita ingin mencari nilai sofari, skor mentahnya 50, berapa nilai bilamengunakan skala lima?

z =


 

= -2,26

Untuk menghindari kekacauan akibat skor z(kecil) yang bertanda negatife, kita gunakan rumus Z (besar).

Z = 50 + 10Z


= 50 + 10(-2,26)

= 50 + (-22,6)

= 27,4.

Dengan demikian dapat diketahui bahwa nilai sodari sofari yang menempati posisi 27.4 dari mean, sehingga mendapat nilai E. dari contoh tersebut, sebenarnya seorang pendidik tanpa harus membuat tabel konversi, dapat mengetahui nilai masing-masing peserta didiknya.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Lampiran

Soal.

  1. Seorang guru agama pada madrasah tsanawiyah menyusun perencanaan tes hasil belajar bidang studi insya'. Butir soal yang akan dikeluarkan dalam tes hasil belajar tersebut sebanyak 90 butir soal tes objektif dengan rincian sebagai berikut:


     

No urut item

Bentuk model item

Jumlah butur item

Bobot jawaban benar

1 – 15

True – false

15

1

16 – 30

Matching

15

1

31 – 45

Completion

15

1

46 – 60

MCI model melengkapi 5 pilihan

15

1

61 – 75

MCI model asosiasi dengan pilihan

15

2

76 – 80

MCI model melengkapi berganda

5

2

81 – 85

MCI model analisai hubungan antar hal

5

3

86 – 90

MCI model analisis kasus

5

4


 

  1. Berapakah skor maksimum ideal dari tes hasil belajar tersebut.
  2. Jika dalam penentuan nilai bagi testee digunakan standar mutlak (PAP), berapakah nilai yang diberikan kepada testee yang nama-nama dan skor mentah tes yang dimilikinya tercantum dalam daftar berikut ini:

No urut

Nama

Skor

1

A

87

2

B

62

3

C

122

4

D

41

5

E

79

6

F

92

7

G

105

8

H

58

9

I

35

10

J

111


 

  1. Jika dalam penentuan nilai bagi testee digunakan acuan Norma (PAN), berapakah nilai yang diberikan kepada testee dengan skor mentah hasil tes bidang studi matematika yang diikuti oleh 40 orang tercantum pada daftar berikut ini:

No urut siswa

Skor

1

50

2

25

3

45

4

20

5

42

6

36

7

57

8

48

9

64

10

42

11

30

12

41

13

35

14

31

15

44

16

53

17

49

18

48

19

47

20

51

21

30

22

58

23

26

24

45

25

54

26

39

27

47

28

48

29

42

30

37

31

43

32

62

33

35

34

41

35

60

36

65

37

40

38

38

39

47

40

53


 

Dengan mengkonversikan skor-skor mentah hasil tes tersebut dengan nilai-nilai standar:

  1. Nilai standar berskala lima
  2. Nilai standar berskala sembilan
  3. Nilai standar berskala sebelas
  4. Nilai standar z score.


 


 


 


 


 


 


 


 


 


 

Daftar Pustaka

Sudjana, Nana.2005. Penilaian hasil proses belajar mengajar. Bandung: PT. Remaja Rosdakarya.

Sudijono, Anas.2008. Pengantar evaluasi pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada.

Thoha, M. Chabib. 1994. Teknik evaluasi pendidikan. Jakarta: PT. Raja Grafindo.


 

Tidak ada komentar:

Posting Komentar